CATATAN TENTANG KUBUR NABI
(1). Nabi ﷺ wafat pada hari senin tgl 12 robi'ul Awwal tahun 11 hijriyah.
(2). Beliau ﷺ dikuburkan pada hari selasa malam ada yang berpendapat pada hari rabu di rumahnya Aisyah radhiyallahu anha
(3). Beliau ﷺ tidak dikuburkan di Masjid karena beliau sendiri melarang bahkan melaknat orang yang menjadikan kuburan sebagai masjid atau tempat Ibadah dan beliau pun melarang shalat menghadap kubur
(4). Beliau ﷺ telah bersabda bahwa para Nabi itu dikuburkan di tempat ia meninggal
(5). Kuburan Nabi ﷺ tetap di rumahnya Aisyah radhiyallahu anha yang berada disamping masjid Nabawi, padahal perluasan masjid telah terjadi pada zaman dua khalifah yaitu Umar bin Al Khaththab dan Utsman bin Affan radhiyallahu anhuma.
(6). Pada tahun 88 hijriyah setelah semua para Sahabat yang berada di kota Madinah wafat, Khalifah Bani Umayyah yang saat itu dijabat oleh Al Walid bin Abdul Malik memerintahkan gubernur Madinah yang saat itu dijabat oleh Umar bin Abdul Aziz untuk memperluas masjid Nabawi dan memasukan rumah para istri Nabi termasuk rumah Aisyah yang ada didalamnya kuburan Nabi ﷺ kedalam perluasan maajid tersebut
(7). Dimasukanlah rumah rumah tersebut kedalam masjid sebagai alasan darurat demi perluasan dan tanpa ada tujuan PENGAGUNGAN namun murni karena semata mata memperluas masjid saja
(8). Beberapa ulama yang ada di kota Madinah pada saat itupun tidak diam tapi mengingkarinya seperti Sa'id bin Al Musayyib, Aban bin 'Utsman, Khubaib bin 'Abdullah bin Az Zubair.
'Urwah berkata, "Aku mengingkari Umar bin Abdul Aziz tentang kubur Nabi (yang dimasukan kedalam perluasan masjid) dengan keras, namun ia enggan seraya mengatakan, 'Surat (intruksi) dari Amirul Mu'minin harus di laksanakan" (kitab Kholashatul Wafa 2/129)
Ibnu Katsir rahimahullah berkata :
ويحكى أن سعيد بن المسيب أنكر إدخال حجرة عائشة في المسجد كأنه خشي أن يتخذ القبر مسجدا
"Dikatakan bahwa Sa'id bin Al Musayyib mengingkari dimasukannya kamar Aisyah (Qubur Nabi) kedalam (perluasan) Masjid, karena beliau khawatir kuburan tersebut di jadikan tempat ibadah" (Al Bidayah Wan Nihayah 9/90)
(9). Kamar Aisyah yg didalamnya terpemdam jasad Rasulullah ﷺ yang mulia tetap berupa bangunan yang masuk kedalam perluasan Masjid hanya saja di perbaharui bangunannya di tembok sisi sisinya, dan dibuat segi tiga dari arah utara (yang menhadap ke arah kiblat) dan kuburan tersebut di tutup RAPAT, hal ini semua demi menjaga kemurnian Tauhid agar tidak dijadikan kuburan sebagai tempat ibadah apalagi sebagai sesembahan
(10). Kuburan atau rumah Aisyah yang sudah ditutup rapat tersebut tidak pernah terlihat lagi kecuali dua kali saja :
Pertama :
Saat membangun ulang kamar Aisyah pada zaman khalifah al Walid bin Abdul Malik tahun 88 hijriyah
Kedua :
Saat Perombakan tembok kamar pada tahun 881 hijriyyah. (Wafaul Wafa 2/404)
(11). Dengan adanya tembok yang melapisi bangunan yang ada kuburan didalamnya, dan dibuat segitiga dari arah utara (ke arah kiblat) yang miring, menjadikan orang yang shalat dalam masjid Nabawi yang menghadap kubur tidaklah secara langsung menghadap ke arahnya, namun terhalang dengan tembok besar pemisah tiga lapis , demikian juga yang mengucap salam dari arah selatan jauh dari kubur Nabi ﷺ
(12). Walaupun demikian para ulama tetap mengingkarinya dan tdak menjadikannya sebagai alasan bolehnya menguburkan jenazah dalam masjid atau dilingkungan Masjid berdalil dengan apa yang terjadi pada kuburan Nabi ﷺ yang ada dalam Maajid Nabawi , karena Nabi tidaklah dikuburkan dalam Masjid
Syaikh Bin Baaz rahimahullah berkata,
"Adapun alasan sebagian orang JAHIL bolehnya menguburkan Mayyit di maajid dengan adanya kuburan Nabi di Masjid Nabawi dan dua kuburan sohabatnya adalah TIDAK BENAR, karena Rasulullah shalallahu alaihi wasallam dikuburkan di rumahnya buakn dalam Masjid dan dikuburkan bersamanya dua orang Sahabatnya yaitu Abu Bakar dan Umar radhiyallahu anhuma, namun ketika Al Walid bin Abdul Malik mengadakan perluasan Masjid ia memasukan rumah Rasulullah kedalam (perluasan) masjid dan sebuah kekeliruan dalam masalah ini , seharusnya tidak memasukannya sehingga orang orang JAHIL dan yang semisalnya tidak beralasan untuk melakukannya, para ulama pun telah mengingkarinya" (Majmu' Fatawa Ibnu Baaz 10/306)
✍️ Abu Ghozie As Sundawie
Ditulis di Hotel Zam Zam Pullman, Makkah Al Mukarramah, 21 november 2019