CARA PUASA SEPULUH HARI AWAL BULAN DZULHIJJAH
❓SOAL :
Bismillah, Ustadz mau bertanya, menjelang memasuki 10 hari awal Dzulhijjah kita disarankan untuk memperbanyak amal shalih, salah satu diantaranya adalah ibadah shaum sunnah, dari penjelasan penjelasan yang ada hanya menyebutkan berpuasa dari tanggal 1-9 Dzulhijjah, maksudnya apakah di Sembilan hari tersebut kita puasa dawud atau puasa senin kamis ? Dari Umu Shadri di Jakarta.
✅ JAWAB :
Barokallahu fikum untuk Umu Shadri semoga istiqamah, benar bahwa sepuluh hari pertama memiliki keistimewaan, dimana amalan sekecil apapun lebih utama daripada berperang di jalan Allah, maka dianjurkan untuk memperbanyak amalan terutama, shalat, puasa, dzikir, membaca al Quran, sedekah dll.
Sebagaimana yang diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu anhuma ia berkata, Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda :
مَا مِنْ أَيَّامٍ العَمَلُ الصَّالِحُ فِيهِنَّ أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنْ هَذِهِ الأَيَّامِ العَشْرِ، فَقَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَلَا الجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ؟ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: وَلَا الجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ، إِلَّا رَجُلٌ خَرَجَ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ فَلَمْ يَرْجِعْ مِنْ ذَلِكَ بِشَيْءٍ
“Tidaklah ada hari hari yang amal shalaih pada hari hari tersebut lebih dicintai oleh Allah daripada sepuluh hari pertama dibulan dzulhijjah. Maka para sahabat bertanya, “wahai Rasulullah apakah (amal shalih tersebut) lebih Allah cintai dari pada jihad fi sabilillah ?”. beliau menjawab, “iya walupun dengan jihad fi sabilillah, kecuali sesorang yang keluar (berjihad) dengan diri dan hartanya lalu tidak kembali setelah itu selamanya (syahid)” (HR Bukhari : 926, Abu Dawud : 2438, Ahmad : 1968)
Dalam lafadz yang lain :
مَا مِنْ عَمَلٍ أَزْكَى عِنْدَ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ وَلَا أَعْظَمَ أَجْرًا مِنْ خَيْرٍ يَعْمَلُهُ فِي عَشْرِ الْأَضْحَى
“tidak ada amalan yang paling utama disisi Allah ‘Azza wajalla, tidak juga lebih agung pahalanya daripada amalan yang dilakukan pada sepuluh hari (pertama) bulan dzulhijjah” (HR Ad-Darimi, Irwaul Ghalil 3/398)
Dalam riwayat Imam Ahmad ada tambahan :
فَأَكْثِرُوا فِيهِنَّ مِنَ التَّهْلِيلِ وَالتَّكْبِيرِ وَالتَّحْمِيدِ
“Maka perbanyaklah padanya tahlil (mengucapkan laa ilaaha illallah), Takbir (mengucapkan Allahu Akbar), dan tahmid (mengucapkan Al Hamdulillah)” (HR Ahmad : 6154).
Diantara amalan yang dianjurkan pada hari hari yang mulia ini adalah puasa, karena ibadah puasa adalah ibadah yang agung yang tiada bandingannya.
Dari Abu umamah Al Bahili radhiyallahu anhu ia berkata :
أَتَيْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقُلْتُ مُرْنِي بِأَمْرٍ آخُذُهُ عَنْكَ، قَالَ: «عَلَيْكَ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَا مِثْلَ لَهُ
“Aku mendatangi Rasulullah shalallahu alaihi wasallam lalu aku mengatakan, “wahai Rasulullah tunjukan kepadaku perkara yang aku ambil (pegang teguh) darimu”. Lalu Beliau shalallahu alaihi wasallam bersabda, “Berpuasalah karena (puasa) itu tidak ada bandingannya”. (HR An-Nasa’i : 2220, As-Shahihah : 1973).
Dalam lafadz lain Abu umamah berkata kepada Rasulullah shalallahu alaihi wasallam :
فَمُرْنِي بِعَمَلٍ أَدْخُلُ بِهِ الْجنَّة قَالَ: "عَلَيْكَ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَا مِثْلَ لَهُ" قَالَ فَكَانَ أَبُو أُمَامَةَ لَا يُرَى فِي بَيْتِهِ الدُّخَانُ نَهَارًا إِلا إِذَا نَزَلَ بِهِمْ ضَيْفٌ.
Wahai Rasulullah tunjukanlah kepadaku amalan yang dengannya aku masuk surga”. Maka Beliau bersabda, ”berpuasalah engkau karena puasa itu (ibadah) yang tidak ada bandingannya”. Ia (Raja’ bin Haiwah , perowi hadits) mengatkan : “Bahwasanya Abu Umamah tidak nampak pada siang hari adanya asap di (dapur) rumahnya, kecuali kalau kedatangan tamu. Apabila mereka melihat ada asap pada siang hari pertanda dirumahnya sedang ada tamu”. (HR Ibnu Hibban : 2425, Thabrani : 4763. Dishahihkan oleh syaikh al-Albani, Shahih at-Targhib wat Tarhib 1/580).
Terjadi perbedaan pendapat para ulama dalam menetapkan cara puasa sepuluh hari pertama dibulan Dzulhijjah :
[1] Pendapat Pertama :
Puasa yang dimaksud adalah puasa mutlak dari tanggal 1-9 Dzulhijjah , adapun pada tanggal 10 (idul adha) atau hari hari Tasyriq (11 -13 dzulhijjah) dilarang untuk berpuasa karena ia adalah hari raya, hari yang dianjurkan bergembira, sebagai hari makan dan minum .
Pendapat pertama ini didasarkan pada riwayat dari Hunaidah bin Kholid, dari beberapa istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan,
«كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُومُ تِسْعَ ذِي الْحِجَّةِ، وَيَوْمَ عَاشُورَاءَ، وَثَلَاثَةَ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ، أَوَّلَ اثْنَيْنِ مِنَ الشَّهْرِ وَالْخَمِيسَ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berpuasa pada sembilan hari awal Dzulhijah, pada hari ‘Asyura’ (10 Muharram), berpuasa tiga hari setiap bulannya, awal bulan di hari Senin dan Kamis.” (HR. Abu Daud : 2437 dan An-Nasa’i : 2374)
Yang dimaksud 9 (tis’ah) dalam hadits diatas adalah 9 hari bukan Taasi’ (hari ke-9), sebagaimana yang dijelaskan oleh para ulama di Lajnah Daaimah (majlis fatwa Saudi Arabia) ketika ditanya dalam masalah ini, mereka menukil perkataan Imam As Syaukani rahimahullah di kitab Nailul Authar :
وَقَدْ تَقَدَّمَ فِيْ كِتَابِ الْعِيْدَيْنِ أَحَادِيْثُ تَدُلُّ عَلَى فَضِيْلَةِ الْعَمَلِ فِيْ عَشْرِ ذِيْ الْحِجَّةِ عَلَى الْعُمُوْمِ، وَالصَّوْمُ مُنْدَرِجُ تَحْتَهَا، وَقَوْلُ بَعْضِهِمْ: إن المراد بتسع ذي الحجة اليوم التاسع: تأويل مردود، وخطأ ظاهر للفرق بين التسع والتاسع.
Telah berlalu didalam kitab (pembahsan masalah) dua hari raya hadits hadits yang menunjukan keutamaan beramal ibadah di sepuluh awal bulan dzulhijjah sementara ibadah puasa adalah bagian dari ibadah yang mulia, adapun sebagian (ulama) mengatakan bahwa yang dimaksud Sembilan dzulhijjah itu adalah tanggal Sembilan, maka ini adalah penafsiran yang batil lagi tertolak, dan Nampak sekali kesalahannya karena beda antara Sembilan hari (tis’ah) dengan hari ke Sembilan (at Taasi’)” (lihat Fatwa Lajnah Ad Daaimah 9/308 no Fatwa : 20247).
Di antara sahabat yang mempraktekkan puasa selama sembilan hari awal Dzulhijah adalah Ibnu ‘Umar. Ulama lain seperti Al Hasan Al Bashri, Ibnu Sirin dan Qotadah juga menyebutkan keutamaan berpuasa pada hari-hari tersebut. Inilah yang menjadi pendapat mayoritas ulama. (Latho-if Al Ma’arif, hal. 459).
Dari mantan budak Ibnu Azhar ia berkata, Aku pernah menghadiri shalat ied bersama Umar bin Al Khattab radhiyallahu anhu, lalu beliau berkata :
هَذَانِ يَوْمَانِ نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ صِيَامِهِمَا: يَوْمُ فِطْرِكُمْ مِنْ صِيَامِكُمْ، وَاليَوْمُ الآخَرُ تَأْكُلُونَ فِيهِ مِنْ نُسُكِكُمْ
“Dua hari ini adalah hari raya yang Rasulullah shalallahu alaihi wasallam melarang untuk berpuasa didalamnya, hari dimana kalian berbuka dari puasa kalian (Idul Fitri), begitu pula beliau melarang puasa pada hari lainnya yaitu idul adha dimana kalian memakan sesembeliahan kalian (kurban)” (HR Bukhari : 1990, Muslim : 1137).
Dari Abu Sa’id Al Khudri radhiyallahu ‘anhu, beliau mengatakan,
«أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنْ صِيَامِ يَوْمَيْنِ، يَوْمِ الْفِطْرِ، وَيَوْمِ النَّحْرِ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang berpuasa pada dua hari yaitu Idul Fithri dan Idul Adha.” (HR. Muslim : 1138)
Dari Nubaisyah Al Hudzali radhiyallahu anhu ia berkata, Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda :
«أَيَّامُ التَّشْرِيقِ أَيَّامُ أَكْلٍ وَشُرْبٍ
“Hari hari Tasyriq (tanggal 11,12 dan 13) adalah hari makan dan minum” (HR Muslim : 1141)
[2] Pendapat Kedua :
Puasa yang dimaksud adalah puasa yang disyari’atkan dari puasa puasa sunnah seperti senin kamis, puasa dawud atau puasa arafah yang dilakukan pada sepuluh hari awal bulan Dzulhijjah. Mereka beralasan tidak ada dalil khususnya kecuali hanya keutamaan amalan ibadah secara umum pada sepuluh hari awal dzulhijjah. Bahkan ada dalil yang melarangnya sebagaimana yang diriwayatkan dari Aisyah radhiyallahu anha ia berkata :
«مَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَائِمًا فِي الْعَشْرِ قَطُّ
“Aku tidak pernah melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa pada sepuluh hari (awal) bulan Dzulhijah sama sekali.” (HR. Muslim : 1176).
Pendapat yang kuat :
pendapat yang kuat dalam masalah ini adalah bahwa puasa di sepuluh awal dzulhijjah yang dimaksud adalah berpuasa dari mulai tanggal satu sampai hari arafah (tanggal 9 dzulhijjah). Sedangkan hadits Aisyah radhiyallahu anha tidak lah menafikan berpuasa pada hari hari sepuluh di awal bulan dzulhijjah, karena bisa jadi Rasulullah shalallahu alaihi wasallam tidak melakukan itu karena sebab seperti sakit, atau karena memberatkan kepada umatnya karena khawatir di wajibkan.
Imam As Syaukani rahimahullah berkata :
وَأَمَّا مَا أَخْرَجَهُ مُسْلِمٌ عَنْ عَائِشَةَ أَنَّهَا قَالَتْ: مَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَائِمًا فِي الْعَشْرِ قَطُّ " وَفِي رِوَايَةٍ: " لَمْ يَصُمْ الْعَشْرَ قَطُّ " فَقَالَ الْعُلَمَاءُ: الْمُرَادُ أَنَّهُ لَمْ يَصُمْهَا لِعَارِضِ مَرَضٍ أَوْ سَفَرٍ أَوْ غَيْرِهِمَا، أَوْ أَنَّ عَدَمَ رُؤْيَتِهَا لَهُ صَائِمًا لَا يَسْتَلْزِمُ الْعَدَمَ، عَلَى أَنَّهُ قَدْ ثَبَتَ مِنْ قَوْلِهِ مَا يَدُلُّ عَلَى مَشْرُوعِيَّةِ صَوْمِهَا كَمَا فِي حَدِيثِ الْبَابِ فَلَا يَقْدَحُ فِي ذَلِكَ عَدَمُ الْفِعْلُ.
Adapun yang diriwayatkan oleh Muslim dari Aisyah radhiyallahu anha bahwasanya ia berkata, “Aku tidak pernah melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa pada sepuluh hari (awal) bulan Dzulhijah sama sekali.”. Dalam riwayat lain, Tidak pernah beliau berpuasa pada hari yang sepuluh (awal dzulhijjah). Para Ulama rahimahumullah berkata, yang dimaksud adalah beliau tidak berpuasa karena ada halangan sakit atau safar atau yang lainnya, atau tidak kelihatannya beliau berpuasa pada sepuluh hari awal dzulhijjah bukan berarti tidak boleh berpuasa karena telah tetap adanya pensyari’atan puasa pada hari hari tersebut sebagaimana didalam pembahasan hadits kita, maka tidak tercela pula bagi orang yang tidak melakukannya” (Nailul Authar 4/283).
Demikian semoga bermanfaat, Wallahu waliyyut Taufiq
✍ Abu Ghozie As Sundawie