LARANGAN BICARA SAAT IMAM SEDANG BERKHUTBAH
✍ Abu Ghozie As Sundawie
(Kajian Kitab Umdatul Ahkam bag ke-132)
➡ BIOGRAFI ROWI HADITS :
Abu Hurairah radhiyallahu anhu nama aslinya adalah ‘Abdurrahman bin Shakhr Ad-Dausi. Para ulama ahli sejarah berbeda pendapat tentang nama asli beliau sampai kepada 30 pendapat, yang paling rojih diatara pendapat adalah Abdullah atau ‘Abdurrahman bin Shakhr Ad-Dausi.
Beliau dilahirkan pada tahun 21 sebelum hijrah bertepatan dengan 602 M. Semasa kecil beliau adalah anak yatim yang lemah pada masa Jahiliyah. Datang ke Madinah pada saat Rasulullah shalallahu alaihi wasallam ke Khaibar.
Beliau masuk Islam pada tahun 7 H dan selalu bersama disisi Rasulullah shalallahu alaihi wasallam . Beliau adalah seorang sahabat yang paling banyak menghafal dan meriwayatkan hadits dari Rasulullah shalallahu alaihi wasallam .
Beliau telah meriwayatkan sebanyak (5.374) hadits, dan yang meriwayatkan darinya mencapai (800) orang lebih dari kalangan sahabat ataupun tabi’in.
Abu Hurairah radhiyallahu anhu pernah menjadi gubernur Madinah beberapa saat. Ketika khilafah dipegang oleh ‘Umar radhiyallahu anhu, beliau diangkat menjadi gubernur Bahrain.
Tetapi kemudian ‘Umar radhiyallahu anhu menggantinya, karena tabiat beliau yang lembut dan sibuk dengan ibadah. Selang beberapa waktu Abu Hurairah radhiyallahu anhu ditawari kembali, tetapi beliau menolaknya.
Sebagian besar hidupnya dihabiskan di Madinah, beliau wafat disana pada tahun 59 H bertepatan dengan 679 M. (Tanbihul Afham , Syaikh Al ‘Utsaimin hal. 25)
➡ PEMBAHASAN HADITS :
Larangan berbicara ketika Imam sedang berkhutbah
➡ PELAJARAN DARI HADITS :
1. Hadits ini menunjukan haramnya berbicara ketika Imam sedang berkhutbah.
2. Larangan ini hanya berlaku khusus ketika Khutbah saja, adapaun sebelum khutbah atau antara dua khutbah maka tidaklah mengapa.
3. Wajib untuk diam ketika khutbah, karena mengatakan kalimat singkat “diamlah” saja tidak boleh padahal ini juga bagian amar ma’ruf nahi munkar, maka mengatakan perkataan lebih dari itu lebih terlarang lagi.
4. Boleh berbicara ketika imam duduk diantara dua khutbah, berdasarkan sabda Nabi shalallahu alaihi wasallam , "sementara Imam sedang berkhutbah".
5. Rasulullah shalallahu alaihi wasallam menyerupakan orang yang berbicara ketika Imam sedang khutbah seperti keledai yang memikul kitab, ini adalah penyerupaan yang buruk. Dari Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma ,
7. Para Ulama berbeda pendapat tentang menjawab salam atau menjawab bersin ketika Imam sedang berkhutbah.
Imam At Tirmidzi rahimahullah berkata setelah membawakan hadits diatas :
“Dan para ulama berbeda pendapat dalam masalah menjawab salam atau bersin ketika Imam sedang khutbah, sebagian mereka memberikan keringanan (membolehkan), inilah pendapatnya Imam Ahmad, Ishaq, sebagian lainnya dari kalangan Tabi’in mengingkarinya diantaranya pendapat As Syafi’I” (Sunan Tirmidzi 2/387).
Pendapat yang kuat dalam hal ini adalah sebagaimana yang dinyatakan di dalam fatwa Lajnah Ad Daaimah (majlis Fatwa Ulama Saudi Arabia) disebutkan :
“ Tidak boleh menjawab bersin demikian pula menjawab salam, sementara Imam sedang berkhutbah menurut pendapat yang benar dari kalngan para ulama, karena keduanya ini adalah bagian dari perkataan dan hal yang demikian itu terlarang ketika imam sedang khutbah berdasarkan keumuman hadits” (Fatwa Lajnah Ad Daaimah 8/242)
Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah berkata :
“Imam tidak dibenarkan untuk berbicara dengan pembicaraan yang tidak ada maslahatnya, maka hendaklah (kalau mau berbicara) yang ada maslahatnya berkaitan dengan shalat atau yang lainnya yang sesuai adapaun yang tidak ada maslahatnya maka tidak boleh” (Syarah Al mumti’ 5/140)
8. larangan ini dikecualikan juga bagi yang tidak mendengar khutbahnya Imam , ia dianjurkan untuk berdzikir , karena tidak dibenarkan seorang muslim untuk diam kososng dari berdzikir kepada Allah Ta'ala. Wallahu A'lam.
(Kajian Kitab Umdatul Ahkam bag ke-132)
▪ Al Imam Abdul Ghoni -rahimahullah- berkata :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ: أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : إذَا قُلْتَ لِصَاحِبِكَ: أَنْصِتْ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَالْإِمَامُ يَخْطُبُ فَقَدْ لَغَوْتَ .
“ Dari Abu Hurairah -radhiyallahu anhu- bahwasanya Rasulullah -shalallahu alaihi wasallam- bersabda, “Apabila pada hari jumat engkau mengatakan kepada temanmu diamlah padahal imam sedang berkhutbah maka sungguh engkau telah (mengatakan hal) sia sia ”
➡ BIOGRAFI ROWI HADITS :
Abu Hurairah radhiyallahu anhu nama aslinya adalah ‘Abdurrahman bin Shakhr Ad-Dausi. Para ulama ahli sejarah berbeda pendapat tentang nama asli beliau sampai kepada 30 pendapat, yang paling rojih diatara pendapat adalah Abdullah atau ‘Abdurrahman bin Shakhr Ad-Dausi.
Beliau dilahirkan pada tahun 21 sebelum hijrah bertepatan dengan 602 M. Semasa kecil beliau adalah anak yatim yang lemah pada masa Jahiliyah. Datang ke Madinah pada saat Rasulullah shalallahu alaihi wasallam ke Khaibar.
Beliau masuk Islam pada tahun 7 H dan selalu bersama disisi Rasulullah shalallahu alaihi wasallam . Beliau adalah seorang sahabat yang paling banyak menghafal dan meriwayatkan hadits dari Rasulullah shalallahu alaihi wasallam .
Beliau telah meriwayatkan sebanyak (5.374) hadits, dan yang meriwayatkan darinya mencapai (800) orang lebih dari kalangan sahabat ataupun tabi’in.
Ibnu ‘Umar berkata kepada Abu Hurairah,
كُنْتَ أَلْزَمَنَا لِرَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَعْلَمَنَا بِحَدِيثِهِ
“Engkau (Abu Hurairah) adalah orang yang paling serius diantara kami dalam menyertai Nabi shalallahu alaihi wasallam, dan termasuk orang yang paling tahu diantara kami terhadap hadits beliau” (HR Ahmad : 4453, Tirmidzi : 3836)
Imam As Syafi’I rahimhullah berkata :
أَبُو هُرَيْرَةَ أَحْفَظُ مَنْ رَوَى الْحَدِيثَ فِي دَهْرِهِ
Abu Hurairah adalah orang yang paling pakar diaantara para perawi hadits di masanya” (Syarah An Nawawi 1/68)
Abu Hurairah radhiyallahu anhu pernah menjadi gubernur Madinah beberapa saat. Ketika khilafah dipegang oleh ‘Umar radhiyallahu anhu, beliau diangkat menjadi gubernur Bahrain.
Tetapi kemudian ‘Umar radhiyallahu anhu menggantinya, karena tabiat beliau yang lembut dan sibuk dengan ibadah. Selang beberapa waktu Abu Hurairah radhiyallahu anhu ditawari kembali, tetapi beliau menolaknya.
Sebagian besar hidupnya dihabiskan di Madinah, beliau wafat disana pada tahun 59 H bertepatan dengan 679 M. (Tanbihul Afham , Syaikh Al ‘Utsaimin hal. 25)
➡ PEMBAHASAN HADITS :
Larangan berbicara ketika Imam sedang berkhutbah
➡ PELAJARAN DARI HADITS :
1. Hadits ini menunjukan haramnya berbicara ketika Imam sedang berkhutbah.
Imam Ibnu Abdil Barr rahimahullah berkata :
لاَ خِلَافَ بَيْنَ فُقَهَاءِ الْأَمْصَارِ فِيْ وُجُوْبِ الْإِنْصَاتِ لِلْخُطْبَةِ عَلَى مَنْ سَمِعَهَا .
“Tidak ada perbedaan pendapat para ulama ahli fikih tentang wajibnya diam ketika Imam khutbah bagi yang mendengarkannya” (Al Istidzkar 5/43).
2. Larangan ini hanya berlaku khusus ketika Khutbah saja, adapaun sebelum khutbah atau antara dua khutbah maka tidaklah mengapa.
3. Wajib untuk diam ketika khutbah, karena mengatakan kalimat singkat “diamlah” saja tidak boleh padahal ini juga bagian amar ma’ruf nahi munkar, maka mengatakan perkataan lebih dari itu lebih terlarang lagi.
4. Boleh berbicara ketika imam duduk diantara dua khutbah, berdasarkan sabda Nabi shalallahu alaihi wasallam , "sementara Imam sedang berkhutbah".
5. Rasulullah shalallahu alaihi wasallam menyerupakan orang yang berbicara ketika Imam sedang khutbah seperti keledai yang memikul kitab, ini adalah penyerupaan yang buruk. Dari Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma ,
Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda :6, Larangan bicara ini dikecualikan bagi yang berbicara kepada Imam atau diajak bicara oleh
مَنْ تَكَلَّمَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَالْإِمَامُ يَخْطُبُ، فَهُوَ كَمَثَلِ الْحِمَارِ يَحْمِلُ أَسْفَارًا، وَالَّذِي يَقُولُ لَهُ: أَنْصِتْ، لَيْسَ لَهُ جُمُعَةٌ
“Barang siapa yang berbicara pada hari jumat sementara Imam sedang berkhutbah maka ia seperti keledai memikul kitab, dan orang yang mengatakan kepadanya diamlah, maka tidak ada baginya jum’at” (HR Ahmad : 2033)
Imam. Dari Anas bin Malik radhiyallahu anhu berkata :
أَصَابَتِ النَّاسَ سَنَةٌ عَلَى عَهْدِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَبَيْنَا النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَخْطُبُ فِي يَوْمِ جُمُعَةٍ قَامَ أَعْرَابِيٌّ، فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ: هَلَكَ المَالُ وَجَاعَ العِيَالُ، فَادْعُ اللَّهَ لَنَا، فَرَفَعَ يَدَيْهِ وَمَا نَرَى فِي السَّمَاءِ قَزَعَةً، فَوَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، مَا وَضَعَهَا حَتَّى ثَارَ السَّحَابُ أَمْثَالَ الجِبَالِ، ثُمَّ لَمْ يَنْزِلْ عَنْ مِنْبَرِهِ حَتَّى رَأَيْتُ المَطَرَ يَتَحَادَرُ عَلَى لِحْيَتِهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Pasa masa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam manusia tertimpa paceklik. Ketika Nabi shallallahu 'alaihi wasallam sedang memberikan khutbah pada hari Jum'at, tiba-tiba ada seorang Arab badui berdiri dan berkata, "Wahai Rasulullah, harta benda telah binasa dan telah terjadi kelaparan, maka berdo'alah kepada Allah untuk kami." Beliau lalu mengangkat kedua telapak tangan berdoa, dan saat itu kami tidak melihat sedikitpun ada awan di langit. Namun demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sungguh beliau tidak menurunkan kedua tangannya kecuali gumpalan awan telah datang membumbung tinggi laksana pegunungan. Dan beliau belum turun dari mimbar hingga akhirnya aku melihat hujan turun membasahi jenggot beliau shallallahu 'alaihi wasallam. (HR Bukhari : 891, Muslim : 897)
Dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu anhu ia berkata :
جَاءَ رَجُلٌ وَالنَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَخْطُبُ النَّاسَ يَوْمَ الجُمُعَةِ، فَقَالَ: أَصَلَّيْتَ يَا فُلاَنُ؟ قَالَ: لاَ، قَال َ: قُمْ فَارْكَعْ رَكْعَتَيْنِ.
Seseorang datang ketika nabi shalallahu alaihi wasallam berkhutbah dihadapan manusia pada hari jum’at, lalu beliau bersabda, Wahai fulan apakah kamu sudah shalat (tahiyatul Masjid), ia menjawab belum, maka Beliaupun bersabda, Bangunlah dan shalatlah dua rokaat” (HR Bukhari : 888, Muslim : 875)
7. Para Ulama berbeda pendapat tentang menjawab salam atau menjawab bersin ketika Imam sedang berkhutbah.
Imam At Tirmidzi rahimahullah berkata setelah membawakan hadits diatas :
وَاخْتَلَفُوا فِي رَدِّ السَّلَامِ، وَتَشْمِيتِ العَاطِسِ: فَرَخَّصَ بَعْضُ أَهْلِ العِلْمِ فِي رَدِّ السَّلَامِ، وَتَشْمِيتِ العَاطِسِ وَالإِمَامُ يَخْطُبُ، وَهُوَ قَوْلُ أَحْمَدَ، وَإِسْحَاقَ، وَكَرِهَ بَعْضُ أَهْلِ العِلْمِ مِنَ التَّابِعِينَ وَغَيْرِهِمْ ذَلِكَ وَهُوَ قَوْلُ الشَّافِعِيِّ
“Dan para ulama berbeda pendapat dalam masalah menjawab salam atau bersin ketika Imam sedang khutbah, sebagian mereka memberikan keringanan (membolehkan), inilah pendapatnya Imam Ahmad, Ishaq, sebagian lainnya dari kalangan Tabi’in mengingkarinya diantaranya pendapat As Syafi’I” (Sunan Tirmidzi 2/387).
Pendapat yang kuat dalam hal ini adalah sebagaimana yang dinyatakan di dalam fatwa Lajnah Ad Daaimah (majlis Fatwa Ulama Saudi Arabia) disebutkan :
لَا يَجُوْزُ تَشْمِيَتُ الْعَاطِسِ وَلَا رَدُّ السَّلَامِ وَالْإِمَامُ يَخْطُبُ عَلَى الصَّحِيْحِ مِنْ أَقْوَالِ الْعُلَمَاءِ لِأَنَّ كُلاًّ مِنْهُمَا كَلاَمٌ وَهُوَ مَمْنُوْعٌ وَاْلإِمَامُ يَخْطُبُ لِعُمُوْمِ الْحَدِيْثِ
“ Tidak boleh menjawab bersin demikian pula menjawab salam, sementara Imam sedang berkhutbah menurut pendapat yang benar dari kalngan para ulama, karena keduanya ini adalah bagian dari perkataan dan hal yang demikian itu terlarang ketika imam sedang khutbah berdasarkan keumuman hadits” (Fatwa Lajnah Ad Daaimah 8/242)
Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah berkata :
لَا يَجُوْزُ لِلْإِمَامِ أَنْ يَتَكَلَّمَ كَلَامًا بِلَا مَصْلَحَةٍ ، فَلَا بُدَّ أَنْ يَكُوْنَ لِمَصْلَحَةٍ تَتَعَلَقُ بِالصَّلَاةِ أَوْ بِغَيْرِهَا مِمَّا يُحْسِنُ الْكَلَامَ فِيْهِ ، وَأَمَّا لَوْ تَكَلَمَ اْلإِمَامُ لِغَيْرِ مَصْلَحَةٍ فَإِنَّهُ لَا يَجُوْزُ .
“Imam tidak dibenarkan untuk berbicara dengan pembicaraan yang tidak ada maslahatnya, maka hendaklah (kalau mau berbicara) yang ada maslahatnya berkaitan dengan shalat atau yang lainnya yang sesuai adapaun yang tidak ada maslahatnya maka tidak boleh” (Syarah Al mumti’ 5/140)
8. larangan ini dikecualikan juga bagi yang tidak mendengar khutbahnya Imam , ia dianjurkan untuk berdzikir , karena tidak dibenarkan seorang muslim untuk diam kososng dari berdzikir kepada Allah Ta'ala. Wallahu A'lam.