CARA WANITA MENGUSAP RAMBUT KETIKA BERWUDLU
SOAL :
Bagaimana cara wudlu buat akhwat yang bagian mengusap rambut di kepala apakah harus sampai ke belakang lalu dibalikkan lagi ke depan langsung ke telinga atau gimana ? dari Umu Meli di Jakarta.
✅ JAWAB :
Barokallahu fikum..ada beberapa poin yang perlu disampaikan di antaranya :
Mengusap rambut ketika wudlu baik bagi laki laki ataupun perempuan ada dua cara :
Pertama :
Mengusap dari arah depan (tempat tumbuhnya rambut / dahi) lalu kearah belakang sampai tengkuk lalu di kembalikan kedepan tempat semula.
Hal ini berdasarkan riwayat dari Abdullah bin Zaid radliyallahu anhu ketika menyebutkan tatacara wudlu
Rasulullah shalallahu alaihi wasallam :
ثُمَّ مَسَحَ رَأْسَهُ بِيَدَيْهِ فَأَقْبَلَ بِهِمَا وَأَدْبَرَ ، بَدَأَ بِمُقَدَّمِ رَأْسِهِ حَتَّى ذَهَبَ بِهِمَا إِلَى قَفَاهُ ، ثُمَّ رَدَّهُمَا إِلَى الْمَكَانِ الَّذِي بَدَأَ مِنْهُ
Kemudian beliau mengusap kepalanya dengan kedua (telapak) tangannya, memulai dengan keduanya dari depan lalu mengarahkannya kebelakang, beliau memulai dari bagian depan kepalanya lalu mengarahakan kedua tangannya ke tengkuknya, kemudian mengembalikan keduanya hingga kembali ke tempat mulai darinya” (HR Bukhari : 185, Muslim : 235)
Kedua :
Mengusap rambut dengan satu arah ke arah belakang tanpa membalikannya ke depan.
Cara ini cocok bagi wanita yang rambutnya panjang. Sehingga tidak merusak posisi rambut menjadi kusut, karena hanya mengusap satu arah kebelakang atau kebawah.
Hal ini sebagaimana riwayat dari Ar rubaiyyi’ bintu Mu’awwidz radliyallahu anha :
تَوَضَّأَ عِنْدَهَا وَمَسَحَ بِرَأْسِهِ فَمَسَحَ الرَّأْسَ كُلَّهُ مِنْ فَوْقِ الشَّعْرِ كُلَّ نَاحِيَةٍ لِمُنْصَبِّ الشَّعْرِ لا يُحَرِّكُ الشَّعْرَ عَنْ هَيْئَتِهِ.
“ Bahwasanya Rasulullah shalallahu alaihi wasallam berwudlu di tempatnya, dan mengusap kepalanya, yaitu mengusap seluruh kepalanya dari atas rambut,tiap tiap bagian tempat tumbuhnya rambut dengan tidak menggerak gerakan rambut dari keadaannya” (HR Abu Dawud : 128)
Ibnu Ruslan rahimahullah berkata :
وَهَذِهِ الْكَيْفِيَّةُ مَخْصُوصَةٌ بِمَنْ لَهُ شَعْرٌ طَوِيلٌ إذَا رَدَّ يَدَهُ عَلَيْهِ يَنْتَفِشُ، وَلا بَأْسَ بِهَذِهِ الْكَيْفِيَّةِ لِلْمُحْرِمِ،
Cara ini khusus bagi orang yang memiliki rambut panjang yang apabila ia mengembalikan tangannya kedepan maka bercerai berailah rambut itu, dan tidak mengapa dengan cara ini bagi orang yang sedang ihram.
وَرُوِيَ عَنْ أَحْمَدَ أَنَّهُ سُئِلَ كَيْفَ تَمْسَحُ الْمَرْأَةُ وَمَنْ لَهُ شَعْرٌ طَوِيلٌ كَشَعْرِهَا؟ فَقَالَ: إنْ شَاءَ مَسَحَ كَمَا رُوِيَ عَنْ الرُّبَيِّعِ، وَذَكَرَ الْحَدِيثَ ثُمَّ قَالَ: هَكَذَا وَوَضَعَ يَدَهُ عَلَى وَسَطِ رَأْسِهِ ثُمَّ جَرّهَا إلَى مُقَدَّمِهِ ثُمَّ رَفَعَهَا فَوَضَعَهَا حَيْثُ بَدَأَ مِنْهُ، ثُمَّ جَرَّهَا إلَى مُؤَخَّرِهِ.
Dan diriwayatkan dari Imam Ahmad bahwasanya beliau ditanya bagaimana cara wanita mengusap kepala dan juga bagi orang yang rambutnya panjang sepertinya ? Maka beliau berkata, “kalau engkau ia mau maka usaplah seperti didalam hadits yang diriwayatkan dari Ar-Rubaiyyi’ lalu Imam Ahmad mnyebutkan Hadits tersebut, kemudian berkata, “Demikianlah, yaitu ia meletakan tangannya di atas tengah tengah kepalanya, kemudian ia menjalankannya ke muka, kemudian ia melepaskannya lalu meletakannya ditempat ia memulainya (tengah tengah kepalanya), kemudian menjalankannya ke belakang” (Nailul Authar 1/189, Al Mughni 1/178)
Wanita boleh memilih dari dua cara mengusap diatas, adapun bagi yang berwudlu memakai hijab apakah boleh cukup mengusap hijabnya atau kerudungnya saja ? Maka dalam hal ini ada perbedaan pendapat diantara para Ulama terbagi kepada tiga pendapat.
Pendapat pertama :
Tidak boleh hanya mengusap kerudungnya saja tapi harus dibuka, kecuali kerudung yang tipis sehingga tembus air, kalau tidak, maka wudlunya tidak sah dan harus diulang. Inilah madzhabnya mayoritas para Ulama dari kalangan Syafi’iyyah, Malikiyyah dan Hanafiyyah, mereka tidak membolehkan mengusap surban dan yang lainnya termasuk kerudung.
Imam Malik rahimahullah berkata :
فِي الْمَرْأَةِ تَمْسَحُ عَلَى خِمَارِهَا أَنَّهَا تُعِيدُ
الصَّلَاةَ وَالْوُضُوءَ.
Pada wanita yang mengusap kerudungnya bahwasanya ia harus mengulang shalatnya dan wudlunya” (Al Mudawanah 1/124)
Ibnu Rusydi rahimahullah berkata :
اخْتَلَفَ الْعُلَمَاءُ فِي الْمَسْحِ عَلَى الْعِمَامَةِ، فَأَجَازَ ذَلِكَ أَحْمَدُ بْنُ حَنْبَلٍ وَأَبُو ثَوْرٍ وَالْقَاسِمُ بْنُ سَلَامٍ وَجَمَاعَةٌ، وَمَنَعَ مِنْ ذَلِكَ جَمَاعَةٌ مِنْهُمْ مَالِكٌ وَالشَّافِعِيُّ وَأَبُو حَنِيفَةَ
“ Para Ulama telah berbeda pendapat tentang mengusap serban, maka Ahmad bin hanbal, Abu Tsaur, Al Qosim bin Salam, dan yang lainnya membolehkan, adapun Mayoritas para ulama lainnya tidak membolehkan diantaranya Malik, Syafi’I, dan Abu Hanifah” (Bidayatul Mujtahid 1/15)
Pendapat kedua :
Boleh mengusap serban, kerudung, peci, penutup kepala, dan yang lainnya, serta wudlunya dianggap sah, inilah madzhabnya Imam Ahmad dan Imam Ibnu Hazm Ad Dzahiri.
Dalil mereka adalah riwayat dari Bilal radliyallahu anhu ia berkata :
أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَسَحَ عَلَى الْخُفَّيْنِ وَالْخِمَارِ
Bahwasanya Rasulullah shalallahu alaihi wasallam mengusap kedua sepatunya dan serban nya “ (HR Muslim : 275)
Imam Ibnu Hazm Al Andalusi rahimahullah berkata :
وَكُلُّ مَا لُبِسَ عَلَى الرَّأْسِ مِنْ عِمَامَةٍ أَوْ خِمَارٍ أَوْ قَلَنْسُوَةٍ أَوْ بَيْضَةٍ أَوْ مِغْفَرٍ أَوْ غَيْرِ ذَلِكَ: أَجْزَأَ الْمَسْحُ عَلَيْهَا، الْمَرْأَةُ وَالرَّجُلُ سَوَاءٌ فِي ذَلِكَ، لِعِلَّةٍ أَوْ غَيْرِ عِلَّةٍ
“ Dan setiap yang dikenakan dikepala berupa Serban, kerudung, peci, helm atau yang lainnya boleh untuk hanya mengusap diatasnya, wanita dan laki laki dalam hal ini sama saja, baik karena alasan ataupun tanpa alasan” (Al Muhalla 1/303)
Pendapat ketiga :
Merinci tergantung kondisinya, kalau menyulitkan maka boleh mengusap tutup kepala seperti kerudung, serban yang dililitkan tapi kalau tidak sulit melepasnya maka tidak boleh. Dan inilah pendapat yang menentramkan hati insya Allah, dan ini tidak berlaku atas setiap penutup kepala seperti peci atau kopiah karena mudah dilepas , akan tetapi yang kesulitan kalau di lepas misalnya wanita yang berwudlu di tempat umum yang di khawatirkan auratnya terbuka.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah berkata :
المشهور من مذهب الإمام أحمد، أنها تمسح على الخمار إذا كان مداراً تحت حلقها، لأن ذلك قد ورد عن بعض نساء الصحابة - رضي الله عنهن. وعلى كل حال فإذا كانت هناك مشقة، إمّا لبرودة الجو أو لمشقة النَّزع واللّف مرة أخرى، فالتسامح في مثل هذا لا بأس به وإلا فالأْولى ألا تمسح.
“(Pendapat) yang masyhur dari madzhab Imam Ahmad, bahwasanya seorang wanita mengusap kerudungnya jikamenutupi hingga di bawah lehernya, karena mengusap semacam ini terdapat contoh dari sebagian istri-istri parasahabat radhiyallahu ‘anhunna. Bagaimanapun, jika hal tersebut (membuka kerudung) menyulitkan, baikkarenaudara yang amat dingin atausulit untuk melepaskerudung dan memakainya lagi, maka bertoleransi dalam hal seperti ini tidaklah mengapa. Jikatidak, maka yang lebih utama adalah mengusap kepala secara langsung.” (Majmu’ Fatawa wa Rasaail Ibnu ‘Utsaimin 11/120)
Dalam kesempatan lain Beliau rahimahullah juga berkata :
وعلى كُلِّ حالٍ : إِذا كان هناك مشقَّة إِما لبرودة الجوِّ ، أو لمشقَّة النَّزع واللَّفّ مرَّة أخرى : فالتَّسامح في مثل هذا لا بأس به ، وإلا فالأوْلى ألاَّ تمسح ، ولم ترد نصوصٌ صحيحة في هذا الباب .
Intinya apabila menyulitkan mungkin karena cuaca teramat dingin atau kesulitan melepasnya lalu memasangnya kembali, maka mengusap kerudung dalam kondisi seperti ini tidak mengapa, tapi kalau tidak maka lebih utama untuk tidak mengusap kerudung dan tidak ada dalil yang shahih didalam masalah ini” (Syarhul Mumti’ ‘Ala Zadil Mustaqni’ 1/239).
Demikianlah wallahu a’lam.
✍ Abu Ghozie As Sundawie